Monday, 8 August 2016

BISAKAH KITA BERQURBAN ?

Berkurban, Berkorban, dan Berqurban
Oleh: A Mustofa Bisri 


IDUL ADHA -biasa juga disebut Idul Kurban, Hari Raya Adha, Hari Raya Haji, atau Hari Raya Besar- seperti kita ketahui, adalah hari raya Islam, kembaran Idul Fitri. Ketika Nabi Muhammad SAW datang ke Madinah, di negeri hijrah itu telah ada tradisi semacam perayaan tahunan, satu tahun dua kali, yang disebut Mahrajan. Oleh Kanjeng Nabi, kedua perayaan itu diusulkan diganti dengan yang lebih baik. Itulah Idul Adha dan Idul Fitri. 
Jadi, dari sudut perayaannya, kedua hari raya itu memang boleh dikata merupakan semacam "pesta rakyat". Hari gembira umat Islam. Tapi, dasar orang Indonesia, kedua hari bahagia itu di sini malah sering dijadikan pasal pertengkaran juga. Biasa, gara-gara fanatisme kelompok. Tabiat khas orang Indonesia dan kaum jahiliyah!

Adha, Haji, atau Kurban, semuanya berasal dari bahasa Quran. Adh-ha yang berarti kurban (jangan kacaukan dengan korban pakai ’o’! Maknanya lain!) karena pada hari itu umat Islam merayakannya dengan menyembelih ternak sebagai tanda bakti dan taat kepada Allah. Sedangkan Qurban bisa berarti pendekatan. Tentu saja pendekatan kepada Al-Khaliq, Allah Azza wa Jalla. Kita sering mengistilahkannya dengan taqarrub, mendekat-dekat atau berusaha dekat kepada-Nya. Karena itu, sejak 1 Dzulhijjah, kita dianjurkan memperbanyak amalan-amalan ibadah seperti puasa, bersembahyang, bersilaturahmi, dan berzikir, mengagungkan Allah.

Di saat-saat Idul Adha seperti ini, biasanya umat Islam -"baru"- teringat kepada Bapak para Nabi, Khalilullah Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail -alaihimus salaam! Mereka yang teringat pun banyak yang tidak sempat merenungkan keagungan pengorbanan kedua nabi itu, apalagi sambil membandingkan kesiapan berkorban diri sendiri.

Bayangkan. Nabi Ibrahim sudah lama sekali ingin mempunyai keturunan yang dapat melanjutkan perjuangannya. Baru setelah sangat sepuh beliau dikaruniai Ismail. Tempatkan diri Anda di tempat beliau dan rasakan, betapa gembira dan bahagianya. Lalu, tiba-tiba setelah si anak ketok moto (membanggakan dipandang, Red), seperti sudah kita ketahui, Allah memerintahkan untuk menyembelihnya.

Bagi umumnya kita, kehilangan anak saja sudah merupakan malapetaka, apa pula dengan menghilangkan anak yang nota bene sudah lama didambakan dan diidam-idamkan. Adakah keikhlasan berkorban demi kekasih yang sehebat dan seagung itu?

Ya, ada. Yaitu, keikhlasan berkorban sang putra, Ismail, yang dengan ketulusan luar biasa menyerahkan nyawanya demi Sang Kekasih yang sama. Dua hamba Allah telah membuktikan cinta mereka yang agung dengan pengorbanan yang agung. Anak, belahan jiwa, dan nyawa sendiri! Allahu Akbar!

Keduanya telah membuktikan bahwa pernyataan mereka tulus, bukan pernyataan kosong yang hanya sebagai kembang lambe (pemanis bibir). Mereka benar-benar memurnikan kepasrahan hanya kepada Allah. Mengakui dan menyadari bahwa pemilihan hakiki hanya pada Allah. Bahwa semuanya, tanpa kecuali, adalah milik Allah, tak berbagi dengan siapa pun, termasuk dengan diri sendiri.

Inna shalaati wanusuki wamahyaaya wa mamaati lillahi Rabbil ’aalamien; laa syarieka lahu wa bidzaalika umirtu wa ana awwalul muslimien. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, matiku, semata-mata milik Allah Tuhan sekalian alam; tak ada seorang pun yang ikut bersama-Nya memiliki. Untuk itulah aku diperintahkan dan aku adalah orang pertama yang menerima, yang pasrah, yang Islam!

Maka, sudah sepatutnyalah kedua nabi agung itu mendapatkan tempat terdekat di sisi-Nya sebagai kekasih-kekasih-Nya.

Sekarang kita, yang setiap saat juga berikrar seperti Nabi Ibrahim AS, Inna shalaati wanusuki… dan seterusnya. Jangan tanya tentang apakah kita sudah mampu melepas "kepemilikan" dari diri kita sendiri dan menisbatkannya hanya kepada Allah? Tanya saja, apakah kita sudah dapat menghilangkan rasa sayang melepas sebagian "milik" kita demi Allah?

Membeli kambing untuk kurban -meniru Nabi Ibrahim AS- saja, kita membelinya ngloloni pada bulan-bulan sebelum mendekati Dzulhijjah untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Jika sedang di masjid, ketemu "kotak amal", kalaupun kita membuka dompet, maka yang kita cari untuk kita masukkan ke dalamnya adalah pecahan yang terkecil. Ketika dekat Baitullah, rumah Allah, saja kita tak sudi berkorban sedikit tempat atau sedikit kesempatan kepada sesama hamba Allah.

Kita memilih berkelahi dengan sesama saudara -yang dilarang Allah- daripada, misalnya, mengikhlaskan sedikit tempat di maqam mustajab atau sedikit kesempatan mencium Hajar Aswad kepada sudara kita. Padahal, kita hafal sabda Nabi Muhammad SAW, "Laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba li akhiihi maa yuhibbu linafsihi." (Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sebelum dia menyukai untuk saudaranya sebagaimana dia menyukai untuk dirinya sendiri).

Setiap saat kita terus dituntun kehidupan yang serba material untuk semakin menjadi orang yang kemilikan. Jangankan apa yang kita anggap milik kita sendiri, "milik" orang pun, kalau bisa, ingin kita kuasai untuk kita sayangi. Bahkan, kehidupan yang serba material itu, tanpa sepenuhnya kita sadari, telah menyeret kita kepada mencintai diri sendiri yang berlebihan.

Maka, dalam kondisi seperti itu, berkorban tentu merupakan sesuatu yang sangat berat, bahkan mungkin ganjil. Lihatlah mereka yang suka berkoar-koar seolah paling nasionalis atau paling patriot, untuk sedikit berkorban bagi rakyatnya sendiri pun seperti disuruh njegur sumur (terjun ke dalam sumur). Apalagi berkorban untuk Allah yang memerlukan pengenalan kepada-Nya.

Bahkan, karena kurang pengenalan ini, justru Allah-lah yang sering di-"korban"-kan. Masya Allah. Karena tidak tahu bahwa Allah menghendaki semuanya mendekati-Nya, maka baru merasa memiliki Allah saja, sudah merasa paling dekat kepada-Nya dan tidak suka bila ada orang lain berusaha ikut mendekati-Nya.

Karena tidak tahu bahwa Allah menghendaki dan memfitrikan perbedaan, maka baru "memiliki" keyakinan yang belum tentu benar saja (karena yang mutlak pasti benar hanya Allah), sudah mentang-mentang melarang orang lain "memiliki" keyakinan sendiri. Karena tidak tahu bahwa Allah menghendaki manusia hidup harus saling menghargai, maka baru "memiliki" pengetahuan sedikit saja sudah tidak sudi mengorbankan waktu untuk mendengarkan orang lain. Baru memiliki kekuasaan sedikit saja, sudah marah diminta berkorban untuk mendengarkan dan mencerna kritikan.

Semoga tahun ini kita dapat merayakan Idul Adha dengan mengagung Allah. Bagi yang mampu, dapat berkurban (dengan ’u’) dengan semangat berkorban (dengan ’o’) dan menghayati maknanya bagi upaya ber-qurban, mendekatkan diri kepada Allah. Taqabbalallahu minnaa wa minkum! Taqabbal ya Kariem! 

Copas dari Gubug Maya KH. A. Mustofa Bisri

Friday, 4 March 2016

GERHANA MATAHARI DAN AMALAN-AMALANNYA

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengumumkan bahwa peristiwa gerhana matahari total jatuh pada Rabu pagi, 9 Maret 2016. Penetapan ini didasarkan pada hasil hisab Lembaga Falakiyah PBNU dengan menggunakan markaz Jakarta.


“Gerhana matahari total (GMT) insya Allah terjadi pada 9 Maret yang bertepatan dengan 29 Jumadil Ulam 1437 H,” kata Ketua Lembaga Falakiyah PBNU KH A Ghazali Masroeri.


Friday, 17 April 2015

RENUNGAT BUAT KITA SEMUA



SEEKOR BEO DAN SAKARATUL MAUT
Sebuah pesantren di daerah Jawa Tengah memberikan cerita hikmah untuk kita semua. Ceritanya dimulai beberapa tahun yang lalu saat pengurus pesantren tersebut tepatnya pemilik pondokan (sebutan sebuah pesantren) memelihara seekor burung beo.
Beo merupakan jenis burung yang paling cerdas menirukan... suara-suara manusia selain burung kakak tua. Bertahun-tahun Kiai mengajarkan sebuah kalimat kepada beo itu. Kalimat yang sering kita baca dalam sholat. kalimat tauhid, ”Laillahaillallah Muhammadarrasulullah” terus diajarkan kepada beo. Hingga begitu lancarnya di lafadzkan oleh burung beo.

Thursday, 3 July 2014

KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN


 Allah SWT berfirman  :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa ”. (Surah Al-Baqarah Ayat 183)

Tuesday, 10 June 2014

KEUTAMAAN NISFU SYA'BAN

KEUTAMAAN BULAN SYA'BAN DAN NISFU SYA'BAN
     Bulan Sya’ban juga bermakna bercabang (asy-Sya’bu) atau berpencar (At-Tafriq), karena banyaknya kebaikan pada bulan itu. Kebiasaan pada zaman dahulu, ketika bulan Sya’ban mereka berpencar mencari sumber-sumber air.

Definisi Sya’ban
Imam Ibnu Manzhur Rahimahullah menjelaskan dalam Lisanul ‘Arab:
إِنما سُمِّيَ شَعبانُ شَعبانَ لأَنه شَعَبَ أَي ظَهَرَ بين شَهْرَيْ رمضانَ ورَجَبٍ والجمع شَعْباناتٌ وشَعابِينُ
Dinamakan Sya’ban, karena saat itu dia menampakkan (menonjol) di antara dua bulan, Ramadhan dan Rajab. Jamaknya adalah Sya’banat dan Sya’abin. (Lisanul ‘Arab, 1/501)
Dia juga bermakna bercabang (asy-Sya’bu) atau berpencar (At-Tafriq), karena banyaknya kebaikan pada bulan itu. Kebiasaan pada zaman dahulu, ketika bulan Sya’ban mereka berpencar mencari sumber-sumber air.

Amalan-amalan di bulan Sya'ban antara lain :

Membaca tasbih dan istighfar : 
 سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم استغفر الله العظيم        
Barangsiapa yang membaca tasbih di atas 100 x  setiap selesai shalat qabliyah subuh, maka orang itu akan diampuni dosa-dosanya juga diberi kehidupan yang baik dan diberi rizki yang banyak, dan diberi    rizki yang tidak disangka-sangka.

Berpuasa pada bulan Sya'ban
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang disunnahkan bagi kaum muslimin untuk banyak berpuasa. Hal ini ditegaskan dalam hadits shahih berikut:
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sehingga kami mengatakan dia tidak pernah berbuka, dan dia berbuka sampai kami mengatakan dia tidak pernah puasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya selama satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat dia berpuasa melebihi banyaknya puasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1868)

Adakah Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban ?
Ya, sebagaimana diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, bahwa Beliau bersabda:
يطلع الله تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Allah Taala menampakkan diri-Nya kepada hamba-Nya pada malam nishfu Sya’ban, maka Dia mengampuni bagi seluruh hamba-Nya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki.” (Hadits ini Diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, satu sama lain saling menguatkan, yakni oleh Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abdullah bin Amr, ‘Auf bin Malik, dan ‘Aisyah. Lihat Syaikh Al-Albani, As-Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga kitab beliau Shahih Al-Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al-Maktab Al-Islami. Namun, dalam kitab Tahqiq Misykah Al-Mashabih, justru Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini, Lihat No. 1306, tetapi yang lebih kuat adalah shahih karena banyaknya jalur periwayatan yang saling menguatkan)
Hadits ini menunjukkan keutamaan malam nishfu Sya’ban (malam ke 15 di bulan Sya’ban), yakni saat itu Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni semua makhluk kecuali yang menyekutukan-Nya dan para pendengki. Maka wajar banyak kaum muslimin mengadakan ritual khusus pada malam tersebut baik shalat atau membaca Al-Quran, dan ini pernah dilakukan oleh sebagian tabi’in dan generasi setelahnya, seperti Makhul, Ishaq bin Rahawaih, dan lain-lain,di mana mereka mengatakan ini bukanlah bid’ah.

Membaca surat yaasin 3kali :
Sebagaimana ijazah dari Habib Ali bin Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al Atos Pekalongan, bahwa setelah shalat maghrib hendaklah shalat sunnah 2 rakaat. Rakaat pertama setelah surat Al Fatihah membaca surat Al Kafirun dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas setelah itu baca surat Yaasin 3 kali dengan niat ;
Pertama minta panjang umur, sehat wal afiat untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kedua minta rizqi yang banyak, halal  dan berkah untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ketiga minta tetap iman, islam dan khusnul khotimah.
Setelah itu membaca do’a nisfu sya’ban di bawah ini :
Kita bertaqorrub kepada Allah dengan membaca surat yaasin dan berdo'a pada malam nisfu Sya'ban karena pada malam itu merupakan malam yang mustajabah (dikabulkan do'a kita kepada Allah) 
Rasulullah Saw. bersabda :
خمس اوقات لا يرد فيهن الدعاء : ليله الجمعة وليلة العشر من المحرم وليلة النصف من شعبان وليلة العيدين
Artinya :  Tidak akan ditolak do'a yang yang dilakukan pada lima waktu, yaitu :: pada malam jum'at, malam kesepuluh bulan  muharram, malam nisfu sya'ban, dan pada dua malam hari raya.

Shalat malam dan puasa pada tanggal 15 sya’ban, 
sebagaimana dijelaskan dalam dalam hadis yang diceritakan oleh sabat Ali bin Abi Tholib :
اذا كانت ليلة النصف من شعبان فقواموا ليلها وصوموا نهارها
Artinya :  Apabila datang malam nisfu sya'ban, maka beribadahlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya.
Di dalam hadits qudsi, Sesungguhnya Allah sudah berfirman: barang siapa yang memohon ampun, maka akan saya ampuni. barang siapa yang minta keselamatan dari bencana, maka akan saya selamatkan. barang siapa yang mohon diluaskan risqinya, maka akan saya luaskan rizkinya. Apa saja yang diminta oleh hambaku di malam nisfu sya’ban ini maka akan saya beri.


والله اعلم بالصواب





Friday, 3 January 2014

KEUTAMAAN MENGAGUNGKAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW.

Foto Maqam Rasulullah SAW di Madinah 


KEUTAMAAN MENGHORMATI MAULID NABI SAW
(HARI KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW.)

Cara kita memperingati maulid Nabi Muhammad saw dengan tujuan untuk menambah rasa cinta kita dengan Rasulullah saw. bisa dilakukan dengan cara mensyiarkan agama islam dengan mengadakan pembacaan barzanji, dziba’, sholawat, bershodaqoh dan lain sebagainya.

Saturday, 28 December 2013

AMALAN RABU WEKASAN/PUNGKASAN BULAN SAFAR


AMALAN BULAN SHOFAR
(RABU PUNGKASAN/RABU TERAKHIR BULAN SHOFAR)

Disebutkan dalam kitab Fathul Majid Linaf’il Abid karya Syeh Ahmad Ad Dairaby halaman77 :

وذكربعض العارفين من اهل الكشف والتمكين انه ينزل فى كل سنة ثلاث مائة وعشرون الفا من البليات وكل ذلك فى يوم الاربعاء الاخير من شهر صفر فيكون ذلك اليوم اصعب ايام السنة كلها فمن صلى فى ذلك اليوم اربع ركعات يقرأ فى كل ركعة منها بعد الفاتحة سورة انا اعطيناك الكوثر سبع عشرة مرة  والاخلاض خمس مرات والمعوذتين مرة مرة ويدعو بعد السلام بهذ الدعاء :